Mengenal Pandawa Lima

Mengambil referensi dari Wikipedia, bahwasanya:

Pandawa kata daripada bahasa Sanskerta, yang secara harfiah berarti anak Pandu, yaitu salah satu Raja Hastinapura dalam wiracarita Mahabharata. Dengan demikian, maka Pandawa merupakan putra mahkota kerajaan tersebut. Dalam wiracarita Mahabharata, para Pandawa adalah protagonis sedangkan antagonis adalah para Korawa, yaitu putera Dretarastra, saudara ayah mereka (Pandu). Menurut susastra Hindu (Mahabharata), setiap anggota Pandawa merupakan penjelmaan (penitisan) dari Dewa tertentu, dan setiap anggota Pandawa memiliki nama lain tertentu. Misalkan nama "Werkodara" arti harfiahnya adalah "perut serigala". Kelima Pandawa menikah dengan Dropadi yang diperebutkan dalam sebuah sayembara di Kerajaan Panchala, dan memiliki (masing-masing) seorang putera darinya.

pandawa-yudistira

Pandawa Yudistira

Para Pandawa merupakan tokoh penting dalam bagian penting dalam wiracarita Mahabharata, yaitu pertempuran besar di daratan Kurukshetra antara para Pandawa dengan para Korawa serta sekutu-sekutu mereka. Kisah tersebut menjadi kisah penting dalam wiracarita Mahabharata, selain kisah Pandawa dan Korawa main dadu.

Itulah sedikit ulasan tentang asal-usul keluarga pandawa. Namun maksud dan tujuan penulisan artikel ini adalah mengulas tokoh-tokoh dari pandawa sendiri, yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Masing-masing dari kelima tokoh akan diusahakan detail semampunya. Baiklah kita mulai dengan tokoh yang pertama yaitu Yudistira.

Yudistira

Yudistira alias Dharmawangsa, adalah salah satu tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia merupakan yang tertua di antara lima Pandawa, atau para putera Pandu.

Dalam tradisi pewayangan, Yudistira diberi gelar Prabu dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaannya disebut dengan nama Kerajaan Amarta.

Nama dan Gelar

Nama Yudistira dalam bahasa Sanskerta bermakna teguh atau kokoh dalam peperangan. Ia juga dikenal dengan sebutan Dharmaraja, yang bermakna Raja Dharma, karena ia selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidupnya.

Beberapa julukan lain yang dimiliki Yudhisthira adalah:

  • Ajatasatru, yang tidak memiliki musuh.
  • Bharata, keturunan Maharaja Bharata.
  • Dharmawangsa atau Dharmaputra, keturunan Dewa Dharma.
  • Kurumukhya, pemuka bangsa Kuru.
  • Kurunandana, kesayangan Dinasti Kuru.
  • Kurupati, raja Dinasti Kuru.
  • Pandawa, putera Pandu.
  • Partha, putera Prita atau Kunti.
  • Puntadewa, derajat keluhurannya setara para dewa.
  • Yudistira, pandai memerangi nafsu pribadi.
  • Gunatalikrama, pandai bertutur bahasa.
  • Samiaji, menghormati orang lain bagai diri sendiri.
  • Sifat dan Kesaktian

    Sifat

    Sifat-sifat Yudistira tercermin dalam nama-nama julukannya, sebagaimana telah disebutkan di atas. Sifatnya yang paling menonjol adalah adil, sabar, jujur, taat terhadap ajaran agama, penuh percaya diri, dan berani berspekulasi.

    Kesaktian

    Kesaktian Yudistira dalam Mahabharata terutama dalam hal memainkan senjata tombak. Sementara itu, versi pewayangan Jawa lebih menekankan pada kesaktian batin, misalnya ia pernah dikisahkan menjinakkan hewan-hewan buas di hutan Wanamarta dengan hanya meraba kepala mereka.

    Pusaka

    Yudistira dalam pewayangan memiliki beberapa pusaka, antara lain Jamus Kalimasada, Tunggulnaga, dan Robyong Mustikawarih. Kalimasada berupa kitab, sedangkan Tunggulnaga berupa payung. Keduanya menjadi pusaka utama kerajaan Amarta. Sementara itu, Robyong Mustikawarih berwujud kalung yang terdapat di dalam kulit Yudistira. Pusaka ini adalah pemberian Gandamana, yaitu patih kerajaan Hastina pada zaman pemerintahan Pandu. Apabila kesabaran Yudistira sampai pada batasnya, ia pun meraba kalung tersebut dan seketika itu pula ia pun berubah menjadi raksasa besar berkulit putih bersih.

    Labels:

    Ciri Khas dan Subgagrak Wayang Kulit Jawa Timur

    Sebagaimana diketahui bahwasannya gagrak/versi wayang kulit di Nusantara ini sangat beragam sekali. Terdapat beberapa berbedaan gagrak dari satu daerah dengan daerah lainnya.

    Gatutkaca_Gagrak_Jawa-Timur

    Gatutkaca_Gagrak_Jawa Timur

    Berikut ini beberapa ciri khas wayang kulit Jawa Timur-an yang mencolok:

    1. Beberapa tokoh wayang yang mengenakan busana kepala (irah-irahan) gelung yang dikombinasi dengan makutha (topong atau kethu dewa).
    2. Pada tokoh wayang Bima dan Gathotkaca, yang di Jawa Tengah berwajah hitam atau kuning keemasan, namun di Jawa Timur berwajah merah. Beberapa tokoh dalang Jawa Timur-an menyatakan bahwa warna merah bukan berarti melambangkan watak angkara murka namun melambangkan watak pemberani.
    3. Tokoh wayang Gandamana pada wayang Jawa Tengah memiliki pola penggambaran karakter (wanda) yang mirip dengan Antareja atau Gathotkaca, tetapi pada wayang kulit Jawa Timur-an Gandamana tampil dengan wanda mirip Dursasana atau Pragota.
    4. Secara visual dapat dilihat dominan penggunaan warna hijau dan merah.

    Sedangkan subgagrag Jawa Timur dapat dibagi menurut cara pagelaran maupun wayang kulitnya sendiri. Secara teritorialnya Seni Pedalangan Jawa Timur-an dapat dibagi menjadi 4 versi kecil yakni : a) Versi Lamongan meliputi Kabupaten Lamongan dan sekitarnya, sering disebut gaya pasisiran. b) Versi Mojokertoan, meliputi Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto dan sekitarnya. 3) Versi Porongan, meliputi daerah Kabupaten Sidoarjo, Surabaya dan sekitarnya, dan 4) Versi Malangan, meliputi Kabupaten Malang dan sekitarnya.

    Labels:

    Beberapa Hal Tentang Versi/Gagrak Wayang Kulit

    Berikut ini ada beberapa hal yang dapat dijadikan tambahan pengetahuan untuk melengkapi pemahaman kita tentang Gagrak Wayang Kulit yang ada di Nusantara.

    Gatutkaca_Gagrak_Cirebon

    Gatutkaca Gagrak Cirebon

    1. Setiap style wayang kulit dari daerah tertentu yang mempunyai ciri khas/daya pembeda dapat disebut Gagrag (bentuk, pewarnaan, sampai penyajian wayang kulit.). Karena gagrag dapat diartikan sebagai style. Sebuah gagrag biasanya masih dapat dibagi lagi menjadi Sub Gagrag.
    2. Wayang kulit Solo biasanya dicirikan dengan bentuk wayang tegak dan cenderung kurus, sedangkan wayang kulit Yogyakarta lebih nampak pendek, gempal dan posturnya menunduk.
    3. Gagrak juga mempengaruhi kisah dan cara menampilkan wayang, diantaranya: Gagrak Solo, anak Bima berjumlah dua yaitu Antareja dan Gatotkaca. Sedangkan di Gagrak Yogyakarta, anak Bima berjumlah 3; Gatotkaca, Antaredja dan Antasena. Gagrak Banyumas ada 4, yaitu Gatotkaca, Antasena, Antareja, dan Srenggini. dan banyak lagi lainnya.
    4. Perbedaan gagrak dan cerita punakawan. Di Jawa Tengah, punakawan terdiri dari: Semar, Gareng, dan Petruk. Di Banyumas, punakawan terdiri dari: Semar, Bawor, Petruk, dan Gareng. Di Cirebon, punakawan terdiri dari 9 tokoh. Di Jawa Timur, dikatakan anaknya Semar cuma Bagong. Sedangkan di Bali bernama Tualen.
    5. Warna merah pada tokoh wayang identik dengan tokoh tersebut cenderung temperamental, seperti warna tokoh Kurawa. Meskipun tidak semua tokoh yang diwarnai merah selalu pemarah, seperti: Baladewa dan juga Ratu Mandura.

    Demikian beberapa hal tambahan untuk melengkapi pemahaman kita dalam mengenal Seni Budaya Wayang Kulit di Nusantara. Semoga Bermanfaat.

    Labels:

    Corak Sungging (Style) Wayang Kulit Aliran Bali

    Sebelum membaca Corak Sungging (Style) Wayang Kulit Aliran Bali, ada baiknya pembaca untuk menengok sejenak artikel sebelumnya: 1) Corak Sungging(Style) Wayang Kulit Aliran Surakarta, 2) Corak Sungging (Style) Wayang KulitAliran Yogyakarta, 3) Corak Sungging (Style) Wayang Kulit Aliran Jawa Timur, dan 4) Corak Sungging (Style) Wayang Kulit Aliran Cirebon. Berikut ini 3 tokoh wayang kulit yang sama dengan artikel sebelumnya, yaitu Bima, Gatutkaca dan Kresna, tetapi dengan teknik/corak sungging (style) wayang kulit aliran Bali.

    Silahkan cermati gambar berikut dan tentunya dapat dibandingkan dengan ragam corak sungging wayang kulit sebelumnya.

    Bima_Gagrak_Bali

    Bima Gagrak Bali

    Gatutkaca_Gagrak_Bali

    Gatutkaca Gagrak Bali

    Kresna_Gagrak_Bali

    Kresna Gagrak Bali

    Itulah tiga contoh gambar yang menunjukkan teknik sungging/pewarnaan Wayang Kulit Bali. Dengan demikian lengkap sudah untuk mengenai berbagai jenis gagrak/style wayang kulit dari berbagai daerah yang ada di nusantara. Semoga bermanfaat.

    Labels:

    Corak Sungging (Style) Wayang Kulit Aliran Cirebon

    Sebelum membaca Corak Sungging (Style) Wayang Kulit Aliran Cirebon, ada baiknya pembaca untuk menengok sejenak artikel sebelumnya: 1) CorakSungging (Style) Wayang Kulit Aliran Surakarta dan 2) Corak Sungging (Style)Wayang Kulit Aliran Yogyakarta, dan 3) Corak Sungging (Style) Wayang KulitAliran Jawa Timur. Berikut ini 3 tokoh wayang kulit yang sama dengan artikel sebelumnya, yaitu Bima, Gatutkaca dan Kresna, tetapi dengan teknik/corak sungging (style) wayang kulit aliran Cirebon.

    Silahkan cermati gambar berikut dan tentunya dapat dibandingkan dengan ragam corak sungging wayang kulit sebelumnya.

    Bima_Gagrak_Cirebon

    Bima Gagrak Cirebon

    Gatutkaca_Gagrak_Cirebon

    Gatutkaca_Gagrak_Cirebon

    Kresna_Gagrak_Cirebon

    Kresna Gagrak Cirebon

    Itulah tiga contoh gambar yang menunjukkan teknik sungging/pewarnaan wayang kulit aliran Cirebon. Untuk artikel berikutnya, akan ditulis tentang Corak Sungging (Style) Wayang Kulit Aliran Bali.

    Labels:

    Corak Sungging (Pewarnaan) Wayang Kulit Aliran Jawa Timur

    Sebelum membaca  Corak Sungging (Pewarnaan) Wayang Kulit Aliran Jawa Timur, ada baiknya pembaca untuk menengok sejenak artikel sebelumnya: 1) Corak Sungging (Pewarnaan) Wayang Kulit Aliran Surakarta dan 2) Corak Sungging (Pewarnaan) Wayang Kulit Aliran Yogyakarta. Berikut ini 2 tokoh wayang kulit yang sama dengan artikel sebelumnya, yaitu Bima, dan Gatutkaca. Tetapi dengan teknik/corak sungging (pewarnaan) wayang kulit aliran Jawa Timur-an.

    Silahkan cermati gambar berikut dan tentunya dapat dibandingkan dengan ragam corak sungging wayang kulit sebelumnya.

    Bima_Gagrak_Jawa-Timur

    Bima Gagrak Jawa Timur

    Gatutkaca_Gagrak_Jawa-Timur

    Gatutkaca Gagrak Jawa Timur

    Itulah tiga contoh gambar yang menunjukkan teknik sungging/pewarnaan wayang kulit aliran jawa timur-an. Untuk artikel berikutnya, akan ditulis tentang Corak Sungging (Pewarnaan) Wayang Kulit Aliran Jawa Cirebon.

    Labels:

    Corak Sungging (Pewarnaan) Wayang Kulit Aliran Yogyakarta

    Sebagaimana artikel sebelumnya, Corak Sungging Wayang Kulit Aliran Surakarta. Berikut ini beberapa tokoh wayang kulit yang sama tetapi dengan teknik/corak sungging (pewarnaan) wayang kulit aliran Yogyakarta.

    Berikut tokoh wayang kulit untuk memudahkan pemahaman kita dalam mengenal berbagai jenis corak gagrag wayang kulit Aliran Yogyakarta.

    Bima_Gagrak_Yogyakarta

    Bima_Gagrak_Yogyakarta

    Gatutkaca_Gagrak_Yogyakarta

    Gatutkaca_Gagrak_Yogyakarta

    Kresna_Gagrak_Yogyakarta

    Kresna Gagrak Yogyakarta

    Labels:

    Corak Sungging Wayang Kulit Aliran Surakarta

    Kesenian wayang kulit yang sudah lama tersebar ke berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Seiring dengan berkembangnya jaman, muncul berbagai gaya tertentu baik dalam 1) gaya pementasan, 2) bentuk wayang, maupun 3) warna sunggingan yang ada pada wayang tersebut. Gaya ini dalam ranah wayang kulit disebut dengan gagrag.

    Setiap daerah memiliki karakternya sendiri, baik pada bentuk wayang maupun sunggingannya.

    Berikut gambar untuk memudahkan pemahaman kita dalam mengenal berbagai jenis gagrag wayang kulit Aliran Surakarta.

    Bima_Gagrak_Surakarta

    Bima Gagrak Surakarta

    Kresna_Gagrak%2BSurakarta

    Kresna_Gagrak%2Bsurakarta

    Gagrag_Bima

    Gagrag_Bima

    Labels:

    Hanacaraka dan Carakan sebagai Aksara Jawa

    Aksara Jawa, dikenal juga sebagai Hanacaraka dan Carakan , adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda dan bahasa SasakTulisan ini berkerabat dekat dengan aksara Bali.

    Dalam sehari-hari, penggunaan aksara Jawa umum digantikan dengan huruf Latin yang pertama kali dikenalkan Belanda pada abad ke-19.Aksara Jawa resmi dimasukkan dalam Unicode versi 5.2 sejak 2009. Meskipun begitu, kompleksitas aksara Jawa hanya dapat ditampilkan dalam program dengan teknologi Graphite SIL, seperti browser Firefox dan beberapa prosesor kata open source, sehingga penggunaannya tidak semudah huruf Latin. Kesulitan penggunaan aksara Jawa dalam media digital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang populernya aksara tersebut selain di kalangan preservasionis


    Aksara Jawa adalah sistem tulisan Abugida yang ditulis dari kiri ke kanan. Setiap aksara di dalamnya melambangkan suatu suku kata dengan vokal /a/ atau /?/, yang dapat ditentukan dari posisi aksara di dalam kata tersebut. Penulisan aksara Jawa dilakukan tanpa spasi (scriptio continua), dan karena itu pembaca harus paham dengan teks bacaan untuk dapat membedakan tiap kata. Selain itu, dibanding dengan alfabet Latin, aksara Jawa juga kekurangan tanda baca dasar, seperti titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru, dan tanda hubung.

    Aksara Jawa dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Aksara dasar terdiri dari 20 suku kata yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa modern, sementara jenis lain meliputi aksara suara, tanda baca, dan angka Jawa. Setiap suku kata dalam aksara Jawa memiliki dua bentuk, yang disebut nglegena (aksara telanjang), dan pasangan (ini adalah bentuk subskrip yang digunakan untuk menulis gugus konsonan).

    Kebanyakan aksara selain aksara dasar merupakan konsonan teraspirasi atau retrofleks yang digunakan dalam bahasa Jawa Kuno karena dipengaruhi bahasa Sanskerta. Selama perkembangan bahasa dan aksara Jawa, huruf-huruf ini kehilangan representasi suara aslinya dan berubah fungsi.

    Sejumlah tanda diakritik yang disebut sandhangan berfungsi untuk mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab), menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing. Beberapa tanda diakritik dapat digunakan bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan.

    Labels: